1353 Views |  Like

Menikmati tubuh Ratna

Where it happened: Office
Sex: MALE
Rating: 2
Category: Straight

Tubuh Ratna cukupan, tingginya sekitar 160 cm, badannya langsing, kakinya mempunyai bulu-bulu yang cukup merangsang lelaki, kulitnya putih. Wajahnya manis dengan bibir yang merekah siap menghisap penis.
Rambutnya pendek diatas bahu hingga kelihatan lehernya yang siap digigiti.
Buah dada tidak besar, yah kira-kira setangkupan telapak tanganku. Itu pun kukira-kira saja, karena di waktu kerja tubuhnya di balut blaser.
Badanya kurus langsing kencang karena berenang dan aerobik setiap hari.
Pantatnya kelihatan menonjol dan padat. Sangat menggemaskan apalagi jika digencet dengan penis.
Selangkangan depan kelihatan ketat rapi, menanti remasan.

Beberapa minggu kemudian nggak ada kejadian istimewa, sampai suatu hari Ratna sakit diare dan
nggak bisa masuk kantor. Pembantunya menyusul ke puskesmas, dititipi pesan agar kalau saya
sudah tidak terlalu sibuk bisa menengok dirinya, mungkin bisa memberi advis mengenai pengobatannya.
Setelah pasien sepi dan tak ada pekerjaan kantor yang berarti, aku menjenguknya ke rumahnya,
dan diminta masuk kamar tidurnya. Waktu itu suaminya nggak ada di rumah, karena sehari-hari
suaminya bekerja di suatu pabrik di kecamatan sebelah. Aku melihat dia berbaring di ranjang,
walau pun sedang sakit, tetapi kulihat wajah dan tubuhnya justru makin merangsang dibalut baju
tidur yang cukup seksi. Kawatir aku nggak bisa menahan diri di kamarnya, aku segera minta padanya,
kalau masih bisa jalan (aku lihat sakitnya biasa saja), untuk pergi ke rumahku setelah jam kantor minta
diantar pembantu. Toh, jaraknya cukup dekat. Sementara itu dia kuberi obat seperlunya.
Sepulang kantor, Ratna datang ke rumah diantar pembantu, kemudian pembantunya disuruhnya
pulang duluan, sehingga aku dan dia tinggal sendirian di rumahku. Pembantuku (suami-istri) kalau
siang seusai bekerja pulang ke rumahnya dan petangnya kembali lagi, sebab mereka adalah penduduk
desa setempat.
Ratna kusuruh masuk ke kamar periksa, kemudian kuminta berbaring di tempat tidur periksa.
Aku memasang stetoskop, dan kuminta dia untuk membuka sebagian kancing atasnya
(Ratna memakai pakaian rok dan kemeja blues yang dikeluarkan). Aku mula-mula serius memeriksa
dadanya dengan stetoskop, tetapi begitu melihat sembulan buahdadanya yang nggak besar di balik BHnya,
aku tiba-tiba berdebar dan bergetar. Aku nggak pernah bergetar bila memeriksa pasien wanita lain,
tetapi menghadapi Ratna koq lain.
Dengan spontan tanpa meminta ijin dari empunya, buahdadanya kuraba halus dari luar dan kuelus-elus.
Ratna tak membuat gerakan penolakan, matanya justru terpejam sekan menikmati. Seluruh kancing
bluesnya langsung kucopoti, sehingga BH Ratna itu terlihat bebas menantang.
Bibirnya kukulum dengan cepat, sambil tanganku masih mengelus-elus buahdadanya dari luar
BH nya yang belum kulepas. Seperti yang sudah kuduga, kuluman bibirku disambutnya dengan
ciumannya yang lembut tapi hebat. Lidahku kujulurkan dalam-dalam ke langit-langit mulutnya, sebalik-
nya lidahnya segera membalas dengan memilin lidahku. Aku
melihat Ratna terengah-engah menahan emosinya, sambil mengerang: “Ssssh, pak Hendri, pak, ah … argghhh …
ssshhh”.
Tanpa menunggu lama, sambil Ratna masih tetap terbaring dan mulutnya masih kubungkam dengan
bibirku, cup BH nya kuangkat ke atas tanpa kucopot kancingnya terlebih dulu. Buah dadanya langsung
tersembul keluar dengan indahnya. Benar dugaanku buah dadanya tak besar, tetapi bagus dan kencang
dengan puting buah dada kemerahan yang tak terlalu menonjol. Itulah buah dada Ratna yang sudah kubayangkan
beberapa lama dan ingin kukulum. Itulah sepasang buah dada Ratna yang masih kenyal belum sempat
mengeluarkan ASI karena belum sempat hamil.
Tangan kananku segera meraba-raba pentilnya bergantian kanan dan kiri dengan gerakan memutar
yang halus. Ratna makin menggigil dan tambah mengerang: “Paaak, Ratna malu paak … ssshhh aargghhh
… ssshh …”. Aku terus menjilati bibir dan wajahnya sambil berdiri, dan tanganku memijat-mijat buah dadanya
yang ranum. Tangan Ratna merangkul leherku, matanya berkejap-kejap, sambil mulutnya terus mende-
sah di tengah-tengah kuluman lidahku.

Setelah puas menjilati wajah dan bibirnya, mulutku beralih ke leher dan belakang telinganya. Dia
makin menggelinjang sambil setengah menegakkan kepalanya. Aku masih terus berdiri, stetoskopku
sudah kulempar jauh-jauh. Segera kemudian, mulutku sudah berada di puting buah dada kirinya. Aku jilat
sepuasnya. Dada Ratna menggeliat dan sekali-kali membusung, sehingga buah dadanya makin terlihat indah
dan menggairahkan. Desisan Ratna makin menghebat, “Aaarggghhh, paaaak, aku nggak tahan paaak …
“. Tanganku pelan-pelan menelusuri pahanya yang mulus walau pun berkulit
agak sedikit gelap. Tapi warna kulit seperti ini justru sangat merangsang diriku. Kontol di balik celanaku
sudah menegang sejak tadi ketika aku mulai pertama kali melihat BH nya. Aku mulai menelusuri
pahanya pelan-pelan ke atas menuju selangkangannya di balik rok yang masih dipakainya, sambil
aku masih terus menggelomohi kedua puting buah dadanya.
Kulirik wajah manis perawatku ini. Ah, betapa makin merangsangnya tampakan wajahnya, yang sambil
sedikit merem-melek matanya menahan nafsu birahi, mulutnya mendesis mengerang terus menerus walau
pun tidak dengan suara yang keras, “Aaarghh, paakk, aku … aku nggak tahan lagi paak.”
Tetapi, begitu tanganku sampai di pinggir celana dalamnya, tiba-tiba dia tersadar dan langsung bilang, “Ah, pak,
jangan sekarang pak ..”. Aku agak kaget, “Mengapa Sih? Aku sudah nggak tahan Sih, kepingin menelanjangi
kamu. “Ratna menjawab: “Kapan-kapan pak untuk yang itu.”.
Aku tak berani nekat meneruskan, tapi wajah, bibir, dan buah dadanya masih terus kujilati bergantian.
Aku berciuman seperti itu sambil pakaianku masih lengkap dan masih tetap berdiri, sedang Ratna sudah
setengah bugil sambil tetap tergolek di ruang periksa, kurang lebih setengah jam. Akhirnya, karena aku
kawatir kalau istriku datang dari kantor, maka perbuatan kami yang sudah kerasukan nafsu birahi yang
menggelegak itu kuhentikan, dan Ratna kusuruh berpakaian kembali dan kuminta segera pulang.
Aku sempat berciuman sekali lagi. Mesra, seperti sepasang kekasih yang baru dilanda asmara.
Beberapa hari kemudian, setelah kantor tutup, Ratna yang sudah sembuh dari diarenya, kuminta datang ke rumah.
Dia datang masih memakai seragam dinas. Demikian pula aku.
Kusuruh dia duduk di sampingku di sofa ruang tamu. Ruang tamuku tetap kubiarkan terbuka pintunya, toh aku tetap
bisa mengontrol situasi luar rumah dari kaca besar berkorden dari dalam. Orang luar tak bisa melihat ke dalam,
sebab pencahayaan dari luar jauh lebih terang.

Melihat situasi luar yang cukup aman, dan saat itu di rumah dinasku hanya ada aku dan Ratna, maka kuberanikan
mencoba melanjutkan apa yang sudah kumulai beberapa hari sebelumnya.

Ratna yang berada di samping kananku langsung kupeluk mesra, kuelus rambutnya dan kucium bibirnya dengan
rasa sayang. Namun tanpa kuduga, dengan ganas (Ratna sepintas kuperkirakan adalah wanita yang hiperseks, dan
di kemudian hari dia memang mengakuinya kalau dia nggak pernah puas ketika berhubungan seksual dengan
suaminya, walau pun menurut ukurannya suaminya mempunyai kemampuan seksual yang sangat hebat), dia
menyambut ciumanku dengan jilatan-jilatan lidahnya yang memilin-milin lidahku. Tangannya dengan berani meraba
selangkanganku yang tertutup celana dinas dan meraba kontolku yang sudah menegang ketika mulai berciuman tadi.
Kontolku dikocoknya dari luar dengan trampil dan membuatku keenakan (jujur saja, istriku tidak bisa seperti itu).

Secara cepat dan trengginas, karena nafsu yang sudah berkobar-kobar, aku pun langsung membuka kancing
seragam atasnya, dan dengan lahap kukeluarkan seluruh buah dadanya yang ranum dari cup BH tanpa membuka
kancing yang terletak di belakangnya. Buah dadanya langsung kuremas dengan lembut, pentilnya yang imut kupilin-pilin
sampai menegang, dan aku terus menciumi bibir dan kadang menciumi wajah dan belakang telinganya. Ratna
meregang, dan kali ini dia memanggilku tidak lagi pak atau dok, tetapi sudah berubah menjadi `papa´, “Ehmmpph,
sshh … paaaaaah, aku sayang kamu paaah, Ratna sayang papaaah … aaarghh ….”.

Aku pun berganti menjawab sekenanya dan seberaninya, “Aku juga sayang Ratna, bener aku sayang kamu, hari ini
aku ingin memasukkan kontolku ke tubuhmu, sayang, boleh?”

Ratna langsung menjawab, “Boleh yaaaang, boleh … arrghhh … sshhshh … cepatan ya yaaaang … aaaargrhhh ….”.

Mendengar jawaban itu, tanpa ragu, aku segera memasukkan jari kedua tanganku ke selangkangannya yang masih
tertutup seragam dinas, dan dengan bernafsu kucari celana dalamnya, dan begitu ketemu, tanpa ba-bi-bu lagi
langsung kupelorot dan kusimpan di saku celanaku. Demikian pula Ratna, dengan terengah-engah, langsung dia
membuka resleting celanaku dengan sebelumnya melepaskan ikat pinggangku yang kemudian dia lempar jauh-jauh,
dan tangannya dengan cepat menyergap kontolku yang berukuran panjang 14 cm dengan diameter yang cukup besar.
Aku ikut memelorotkan celanaku walau pun nggak sampai kulepas sama sekali. Tangannya dengan cekatan mengelus
kontolku, mengocoknya, sembari tubuhnya menggelinjang karena jariku sudah mengelus tempik vaginanya yang basah.
Sebagian jariku pelan-pelan kumasukkan ke dalam lubang tempiknya, dan kugeser-geser melingkari lubang sempit itu.
Jempolku mencari kelentitnya, begitu ketemu kuelus dengan permukaan dalam jempol.


“Ah, paaah, aku nggak tahan paaah … aggghhh, ….. paaaah …..eeennaaak paaah …”, dia mengerang setengah
berteriak, tetapi mulutnya segera kubungkam dengan mulutku, kukulum agar suaranya tidak terdengar oleh orang-
orang yang mungkin ada di luar, kemudian kujilati bibir dan seluruh permukaan wajahnya sampai basah terkena
ludahku.

Sambil setengah bergumul, mataku selalu waspada melihat keadaan luar rumah melalui kaca berkorden untuk
berjaga-jaga kalau-kalau ada orang yang mau masuk ke rumah. Karena situasi yang tidak terlalu aman itu, aku tidak
berani melakukan adegan birahi kami ini dengan berbugil total..

Tanpa menunggu lama lagi, karena darah birahi yang sudah sampai ke ubun-ubun, tubuh Ratna kutarik ke depan
tubuhku, sambil dia tetap duduk menghadap ke depan membelakangiku, dan aku bersandar setengah duduk di sofa,
dengan perlahan tapi pasti, rok bawahannya kusingkap dan kuangkat, pantatnya kupegang, selangkangannya yang
sudah tak bercelana dalam kurenggangkan lebar-lebar, pahaku kurapatkan dengan kontol yang mengacung ke atas,
kemudian tangan kiriku memegang kontol dan kubimbing masukkan ke vagina tempik (memek)-nya. Ratna ikut mem-
bantu memegang kontolku dengan tangan kanannya, dan perlahan-lahan pantatnya diturunkan ke bawah. Vaginanya
terasa sempit juga (mungkin karena belum pernah melahirkan bayi), tetapi berkat bantuan lendir vaginanya yang sudah
banyak, tanpa kesulitan yang cukup berarti kontolku akhirnya berhasil masuk juga ke sebagian vagina depannya. Ratna
sambil menghadap ke depan terus mengerang, pantatnya mulai bergoyang-goyang, dinaik turunkan, agar kontolku
bisa lebih masuk ke dalam.

“Aduuuh paaaaah, enaaak paaaah …. Ssshhh … arggh , aaduuuh paaah …”, erangnya. Aku juga mulai mendesis
merasakan enaknya tempik perawatku yang sangat manis dan hot ini, sambil benakku berseliweran membayangkan
keberanianku menyetubuhi istri orang. Ah, persetan, salahnya punya istri manis disia-siakan, sehingga masih mencari
kontol atasannya. Betul-betul vagina yang nikmat, nggak salah aku ditempatkan di puskesmas ini, aku bisa menikmati
sepuasnya vagina Ratna yang sedap. Kepunyaan istriku sendiri tidak senikmat ini.

“Ratna, kamu memang enaak, …” begitu desisku.

Sambil aku juga ikut menggerakkan pantatku naik turun seirama dengan naik turunnya pantat Ratna, aku mengocok
kelentit Ratna yang ada di depan dengan tangan kananku. Tangan kiriku terus meraba habis buah dadanya yang terasa kenyal
di depan. Ratna makin menggelinjang seperti cacing kepanasan, karena kocokan jariku pada kelentitnya yang makin
menonjol. Pantatnya makin dia goyangkan selain naik turun juga ke kanan kiri. Rasanya bukan main enak, tak terkirakan.
Beginilah rupanya rasa tempik Ratnaku, Ratnaku yang bisa menggantikan tugas istriku di siang hari, Ratnaku yang mem-
punyai gerakan tubuh yang hebat dan nikmat.

“Siiiih, kamu sayang papa beneran nggak, aku eeennnaaaak Siiih ….!”

“Aaaaduuuh paaaah, Ratna sayang paapaaaah, eennaaak juga aku paaaah, koq bisa enaaak gini ya paaaah?
Aaaargghhhh ….. ssshh … arrrgggghhhhhhhhhhhhhhhh …. Paaaaah …”

Aku makin cepatkan kocokanku naik turun, demikian pula Ratna, dia makin menggeliatkan tubuhnya ke sana kemari.
Sayang, aku nggak bisa melihat tubuh indahnya sambil berbugil, karena situasinya yang tak memungkinkan.
Tiba-tiba Ratna, setengah berteriak bergetar-getar tubuhnya, “Aaarghhh … paaah, aku nggak tahaaan paaaah,
aku mau orgasme paaaaah, paaaaah …”. Aku sendiri hampir nggak tahan juga merasakan denyutan tempiknya yang
asyik. Sekali lagi, betul-betul tempik yang enak dan nikmat
“Nggak apa-apa Siiih, kalau mau orgasme, nggak usah ditahan Siiih, papa juga mau keluar, aarghhh …”.
Gerakan kontolku makin kupercepat walau pun tidak terlalu bebas, karena posisiku yang di bawah, sambil tanganku
mengocok buah dada dan bibir Ratna kucari dan kumasukkan jempolku ke mulutnya dan segera diempotnya seperti bayi
sambil terus mendesah. Tak lama kemudian, Ratna mengejang, “Arrrggghhhhh paaaaaaaaah …. Arrrghhhhhh ……”,
badannya bergetar, rupanya Ratna telah orgasme hebat. Kontolku terasa dijepit berdenyut-denyut. Karena proses
orgasme tubuhnya menggeliat seksi ke belakang sehingga tampak makin menggairahkan.
Pemandangan itu, walau cukup kulihat dari belakang, membuat aku juga sudah merasa nggak tahan lagi, geli
hebat mulai terasa di ujung kontol yang masih berada di tempik Ratna. Goyanganku kupercepat lagi, Ratna kupeluk
erat-erat, dan … “Aaaarhggggghhh … aku juga keluar Siiiih … eenaaaak Siiih …..”.
Pantat Ratna kutarik keras-keras ke bawah agar seluruh kontolku terbenam di tempiknya, dan kusemprotkan keras-
keras air maniku ke dalam vaginanya, sambil berharap agar ada spermatozoa yang bisa menyerbu ovumnya sehingga
menghasilkan pembuahan, karena mendadak hari ini aku merasa mencintai Ratna, tidak sekedar mencari kepuasan
seksual saja.
“Ooooh paaaah, aku cinta kamu paaaah …., Ratna sayang kamu paaah. Aku kepingin anak dari kamu paaah …
” kata Ratna sambil terus memutar-mutarkan dan menekan pantatnya menjadikan kontolku seperti diperas-peras
isinya, dan beberapa kali menyemprotkan mani sampai ludas. “Aku juga sayang kamu, Ratna … kapan-kapan aku
ingin mengajakmu main seks sambil betulan telanjang bulat, mau ya Siih …?”
Ratna langsung menjawab dengan manja: “Tentu Ratna mau sekali paah, minggu depan ya paah, kita cari
tempat enak untuk bikin anak yang nikmat ya paah?”
Sambil tubuh Ratna masih terduduk di atasku yang juga separuh duduk, lehernya agak kuputar kesamping,
dan bibirnya kucium sayang, mesra sekali, sementara kontolku masih tetap berada di dalam jepitan tempik-
vaginanya yang masih juga terus berdenyut nikmat ….

TAMAT

Processing your request, Please wait....
  • 0 - very bad experience 10 - very great experience